Choirul Muna Pertanyakan Anggaran Bantuan Pendis Kemenag RI

Share with:


Jakarta –  Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamarudin Amir dalam rapat dengan Komisi VIII DPR RI, Senin (24/8), menyatakan bahwa institusinya berhasil menyerap 41,12 persen anggaran yang disediakan APBN.

Menyinggung hal ini, Anggota Komisi VIII Choirul Muna mengapresiasi pencapaian yang dihasilkan Dirjen Pendis Kemenag. Walau demikian, Pengasuh Pesantren Mambaul Hisan ini juga menyangsikan ketepatan penyaluran anggaran tersebut kepada subjek penerima.

Ketidaktepatan penyaluran ini didapati Choirul Muna saat melakukan reses dan kunjungan kerjanya ke daerah.

“Saya cukup syahdu dan gembira mendengarkan paparan dari pak dirjen. Namun saya terharu karena dalam realitanya masih ditemukan ketidaksesuaian dengan apa yang disampaikan,” ujarnya.

Legislator asal dapil Jateng VI ini juga mengkritik penyaluran anggaran yang menurutnya tidak logis. Dengan membandingkan antara bantuan yang disalurkan untuk SMP (Sekolah Menegah Pertama-Umum) dengan MTs  yang setara SMP dibawah Dirjen Pendis, dia mendapati bahwa anggaran untuk MTs terpaut jauh lebih kecil ketimbang sekolah umum setara.

“Kalau SMP (umum) saja untuk segala macam dana cukup besar. Mulai dari perpustakan hingga bantuan listrik saja hampir bermiliar-miliar. Sementara madrasah (Mts) sangat kekurangan bantuan. Logiskah?” Gugatnya.

Anggota Fraksi Partai NasDem ini juga menyesalkan rencana Dirjen Pendis Kemenag yang berkeinginan mengalokasikan anggaran tersendiri bagi penyelenggaraan SMP Islam (bukan madrasah).

Choirul sangat menaruh perhatian terhadap minimnya perhatian DIrjen Pendis Kemenag terhadap penyelenggaraan pesantren. Karena menurutnya, pesantren memerankan posisi penting dalam pembentukan mentalitas dan moralitas bangsa.

Dengan perhatian dan bantuan yang minim dari pemerintah, memaksa penyelenggara pesantren harus memutar otak untuk dapat membiayai penyelenggaraan pendidikan bagi anak didiknya. Dia memberi contoh soal masih banyaknya pesantren yang tidak menerima dana BOS, khususnya di daerah pemilihannya.

“Terkait dana BOS untuk madrasah ada semacam kejanggalan karena belum semua daerah dicairkan, salah satunya di daerah pemilihan saya, Jawa Tengah,” ungkapnya.

Lebih jauh Choirul Muna menyatakan, ketidaklogisan lainnya adalah terkait bantuan yang diperuntukan bagi madrasah takmiliyah (satuan pendidikan Islam diluar sekolah). Dia menjelaskan sulitnya madrasah takmiliyah untuk memperoleh bantuan dari Dirjen Pendis Kemenag. Bahkan menurutnya tidak sebanding antara persyaratan yang harus dipenuhi dengan bantuan yang didapatkan dari dirjen Pendis Kementerian Agama RI.

“Sebagai contoh di Jawa Tengah, untuk mengurusi izin operasional, terlebih dahulu harus membuat akte yayasan serta syarat lainnya, membutuhkan pengeluaran untuk pengurusan keseluruhan persyaratan tersebut mencapai 8,5 juta. Sedangkan bantuan yang diterima untuk madrasah takmiliyah tersebut hanya sebesar 10 juta, kira-kira logiskah ini?” Katanya retoris.