Baru Berlaku Tuai Protes, Irma Anggap Aneh Pemberlakuan BPJS Naker

Share with:


Jakarta – Belum sampai seminggu  sejak diberlakukan sejak 1 Juli 2015, BPJS Ketenagakerjaan sudah menuai kritik. Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan jaminan pensiun dan jaminan hari tua langsung memperoleh reaksi negatif dari kalangan masyarakat dan pekerja.

Menanggapi perkembangan situasi, Komisi IX DPR berinisiatif untuk memanggil menteri tenaga kerja dan direktur BPJS Ketenagakerjaan, Senin, (6/7) untuk memperoleh penjelasan. Sangat disayangkan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dakhiri tidak dapat hadir dalam rapat dan diwakilkan oleh Sekretariat Jenderal dan Dirjen PPK dan K3 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.    

Anggota Komisi IX Irma S Chaniago mengatakan ada keanehan dalam proses pemberlakuan BPJS Ketenagakerjaan.  

“Saat BPJS Ketenagakerjaan diberlakukan, kebetulan saya sorenya coba menanyakan kepada salah seorang Dirjen dari Kementerian Tenaga kerja. Nah, beliau saja tidak mengetahuinya apakah sudah ditandatangani atau belum PP tersebut, ini kan aneh untuk seorang dirjen,” ujarnya.

Politisi Partai NasDem ini menyampaikan keluhan para pekerja yang menghubunginya karena pemerintah dianggap membuat kebijakan yang melahirkan polemik di masyarakat. Dia berharap kedepannya pemerintah lebih siap sebelum memberlakukan suatu peraturan agar tidak memunculkan polemik di masyarakat.

“Seharusnya Menteri Tenaga Kerja berkoordinasi dulu dong terkait Peraturan Pemerintah (PP) ini dengan komisi IX. Jangan hanya ketika minta anggaran baru koordinasi tapi ketika mencoba mengimplementasikan kebijakan, kami tidak diberitahu apa-apa, ini harus menjadi catatan bagi Kementerian Tenaga Kerja,” tekannya.

Secara detail Irma yang aktif dalam organisasi buruh juga menyoroti sejumlah masalah pemberlakukan BPJS Ketenagakerjaan yang tampak seolah tak dipersiapkan. Sosialisasi batas waktu pengambilan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang begitu minim dianggap Irma sebagai pokok masalah selain belum jelasnya PP pelaksanaan BPJS.

Lebih jauh dia mengatakan, perlu ada lebih dahulu revisi terhadap Pasal 37 UU No.40/2004 agar pelaksanaan pencairan JHT BPJS lebih berkeadilan. Hal ini mengingat masih banyaknya PHK yang dilakukan secara sepihak oleh pengusaha terhadap para pekerjanya.  

“Ketika dalam proses hukum di Pengadilan Hukum Industri, banyak tenaga kerja yang tidak mendapatkan haknya. Sehingga hampir sebagian besar selalu buruh atau tenaga kerja mengalami kekalahan dalam proses hukum di PHI. Kontrol ini yang tidak pernah dilakukan oleh menaker. Kalau saja ketika masih dalam proses di  PHI, tetapi hak pekerja tetapi masih diberikan oleh penguasaha maka tidak akan ada terjadi permaslahan yang meruncing antara pekerja dan pemberi kerja,” gugatnya.