Jakarta – Selain membicarakan pelaku terorisme, RUU Tindak Pidana Terorisme juga dipandang perlu memuat secara khusus pasal dan bab yang membahas korban dari terorisme itu sendiri. Pasalnya, satu hal yang masih kurang dari penanganan tindak pidana terorisme di Tanah Air adalah soal korban.
Inilah salah satu poin yang dibahas dalam rapat pembahasan draf RUU Tindak Pidana Terorisme antara Tim Panja DPR dengan pemerintah di ruang Panja Paripurna, Kompleks Parlemen, Kamis (28/09).
Anggota Panja RUU terorisme dari Fraksi Partai NasDem, Akbar Faizal, mengatakan bahwa pasal 35 dan 36 ini juga menjadi penting. Karena dalam pasca kejadian terorisme jangan hanya mencari delik hukum dan pelaku saja, tetapi perlu diperhatikan bagaimana kompensasi dan rehabilitasi terhadap pihak korban.
“Korban terorisme adalah tanggung jawab negara dan negara harus hadir dan bertanggung jawab dalam hal bagaimana mekanisme tentang operasi itu,” katanya saat ditemui di sela rapat.
“Tadi ada perdebatan soal perhitungan jumlah kerugian yang ditanggung oleh negara kepada korban terorisme. Dan Itu sebenarnya sudah sesuai dengan UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan tentang bagaimana mekanismenya,” terangnya.
Dalam rapat tersebut, Akbar juga mengusulkan agar dapat pemberian hak kompensasi lebih cepat kepada korban terorisme. Sehingga tidak perlu harus menunggu terlalu lama seiring keputusan final pengadilan.
“Bagaimana kalau ternyata putusan pengadilan baru keluar tiga tahun setelahnya? Sementara korban sudah menanggung beban. Apalagi jika korban adalah kepala keluarga. Lantas siapa yang menanggung anak dan istrinya,” ungkapnya retorik.
Selain itu, terkait subjek pemberi restitusi juga menjadi perdebatan di rapat panja. Menurut Akbar, semestinya pembayar restitusi adalah pelaku terorisme. Namun, tidak terkadang banyak ternyata pelaku teror berasal dari kalangan ekonomi lemah.
“Bagaimana kalau mereka (pelaku teror) yang tidak mampu membayarnya? Atau ada yang mampu membayar tapi tidak mau membayar. Nah, kalau dia tidak mau membayar, bagi yang mampu, negara bisa mengatur mekanisme untuk membayarnya. Dan dari situlah kemudian kita masuk kepada kompensasi,” katanya.
Mekanisme ini, menurutnya, akan diatur nantinya oleh LPSK atau UU dibawahnya. Dari UU ini nantinya melalui peraturan pemerintah dan sejenisnya.
“Inti dari pembuatan undang-undang terorisme ini ingin memastikan, negara hadir memberikan tanggung jawab kepada korban terorisme. Pada rapat sebelumnya sudah dibahas tentang pelaku terorisme, nah sekarang korban,” tutupnya.