Donny Imam Priambodo: Butuh Investasi Jangka Pendek untuk Mempertahankan Rupiah

Share with:


Jakarta – Dalam sepekan lalu, nilai tukar rupiah menguat tajam setelah berbulan-bulan mengalami keterpurukan. Nilai tukar rupiah Jumat lalu ditutup pada posisi 13.521, menguat 8.78 persen dibanding Jumat sebelumnya bertengger pada posisi 14.709 rupiah untuk setiap dolar AS. Tentu saja, fenomena itu membawa efek kejutan di tengah terus menguatnya dolar AS terhadap mata uang lain di dunia.

Anggota Komisi XI DPR Donny Imam Priambodo menilai penguatan nilai tukar itu disebabkan ketidakjelasan data ekonomi Amerika. Ketidakjelasan itu memantik asumsi kuat bahwa The Fed akan menunda kenaikan suku bunga sampai semester awal tahun depan.

“Kepastian ini yang membuat pengusaha mulai melepas dolarnya ke market, untuk melakukan kegiatan ekonomi yang selama ini mereka tahan ( wait and see ),” ujar legislator dari Dapil Jateng III ini.

Seperti diketahui, kinerja ekonomi AS selama bulan September kemarin hanya menghasilkan 142 ribu lapangan kerja baru. Angka itu terhitung minim dibanding angka perkiraan yang menargetkan 220 ribu lapangan kerja. Dengan kondisi itu, muncul dugaan kuat bahwa The Fed akan kembali menunda kenaikan suku bunga acuan hingga semester awal 2016.

Pria kelahiran Jombang ini juga menuturkan, tak hanya rupiah yang mengalami tren penguatan terhadap dolar. Fenomena serupa juga terjadi pada beberapa mata uang regional. Meskipun begitu, penguatan rupiah tergolong cukup tinggi dibanding mata uang negara-negara tetangga, seperti  Malaysia, Singapura, Thailand, Taiwan, India, mau pun Korea dan Australia.

Tingginya penguatan rupiah dibanding mata uang negara-negara lain itu, menurut Donny juga dipengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif baik dibanding negara-negara di atas.

“Perlu diingat, walau pun pertumbuhan ekonomi Indonesia 4.5-4.7%, jika dibanding negara-negara tersebut, masih cukup tinggi. Inilah yang membuat para investor masuk ke Indonesia meski pun tidak serta merta menguatkan langsung secara signifikan,” ujarnya.

Lebih jauh, anggota Fraksi Partai NasDem ini melihat paket kebijakan ekonomi pemerintah belum berpengaruh banyak dalam peguatan nilai tukar rupiah kali ini. Dia memberikan contoh intervensi Bank Sentral sebesar delapan milyar do‎lar AS guna menahan laju perlemahan rupiah yang ternyata belum cukup efektif menahan keterpurukan rupiah.

Dalam hematnya, paket kebijakan itu harus lebih efektif mengundang investasi ke dalam negeri, sehingga penguatan nilai tukar rupiah akan tetap bertahan dan semakin terasa dampaknya. Dalam hal ini, kita perlu lebih banyak valuta asing ke dalam negeri, yang keberadaannya bisa masuk melalui beberapa pintu.

“Di antaranya investasi baru untuk jangka pendek, devisa dari hasil ekspor serta intervensi Bank Sentral,” tutur Donny.

Sebagai penutup, dia berharap, investor akan tetap masuk ke indonesia hingga tahun depan.